Pendapat Non Muslim yang Masuk dalam Penafsiran Al-Qur’an, Israilliyat

Tidakkah kalian bertanya, bagaimana Al-Quran sering menyebutkan bahwa kaum-kaum kafir menolak Al-Quran dengan frase ”asathir al awwalin”. Jika dicermati, Al-Quran juga tidak pernah membantah pernyataan tersebut.

asathir al awwalin” jika diartikan dengan terjemah Al-Quran kemenag atau versi Indonesia sering diartikan dengan dongeng orang-orang terdahulu. Namun, jika kita lebih cermat lagi maka kata ”asathir al awwalin” memiliki dua kosa kata. Yang pertama ”usthur” yang mempunyai arti menulis, sedangkan ”al awwalin” yang artinya orang-orang terdahulu. Sebagian pendapat ”asathir al awwalin” dianggap merujuk pada kepada kitab-kitab terdahulu (taurat/injil).

Kembali ke pertanyaan diatas, kenapa kaum-kaum kafir menolak Al-Quran dengan frase ”asathir al awwalin”. Bukan hanya pada zaman Al-Quran diturunkan, tetapi sampai pada era belakangan ini kaum kafir orientalis juga menuduh Al-Quran sebagai ”asathir al awwalin”. atau jika anda sudah membaca artikel tentang Abraham Geiger, di situ diterangkan bahwa dia menuduh Al-Quran diadaptasi dari tradisi yahudi.

Meskipun kata ini menimbulkan kesan negatif, namun pada dasarnya Al-Quran memang memiliki kesamaan pembahasan dengan kitab-kitab terdahulu (taurat/injil). Jadi tidak mengherankan jika Al-Quran tidak membantah pernyataan tersebut. Bukan kah Al-Quran juga turun sebagai perbaikan atas kitab-kitab terdahulu?

Pengertian israilliyat

Secara istilah, israilliyat diartikan sebagai pendapat ahli kitab (yahudi/nasrani) yang masuk kepada penafsiran Al-Quran. Dalam hal ini ulama-ulama pun masih berselisih pendapat, sebagian ulama menyebutkan bahwa israilliyat dilarang secara mentah-mentah, sedangkan sebagian pendapat yang lain menganggap israilliyat sah-sah saja asalkan tidak bertolak belakang dengan ajaran islam.

Meskipun ahli kitab yang dimaksud merujuk kepada yahudi dan nasrani. Namun, pendapat kaum yahudi lebih dominan. Sebab jika dibandingkan dengan kaum nasrani, kaum yahudi lebih lama berinteraksi dengan masyarakat muslim.

Sejarah masuknya israilliyat kepada ajaran islam

Sebelum islam datang, masyarakat yahudi dan nasrani banyak yang sudah mempelajari kitab-kitab mereka. Jika dibanding dengan masyarakat islam, para ahli kitab memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pembahasan yang ada pada kitab taurat dan injil. 

Hubungan masyarakat islam dan ahli kitab dimulai ketika mereka berdomisili di Madinah. Interaksi yang mereka lakukan tidak menutup kemungkinan adanya pertukaran paham dan tradisi. Di sisi lain, banyak para ahli kitab yang masuk agama islam. Pemahaman yang mereka dapat ketika mempelajari kitab terdahulu bercampur dengan ajaran islam yang terkadang masih berkesinambungan.

Penafsiran Al-Quran dengan pendapat ahli kitab juga disebabkan terdapat kisah-kisah yang dimana Al-Quran hanya menjelaskan sepintas saja. Dengan ini maka muncullah kelompok mufassir yang berusaha meraih kesempatan itu dengan memasukkan kisah-kisah yang bersumber dari orang-orang ahli kitab tersebut.

Meskipun begitu, perlu digaris bawahi bahwasannya tidak semua israilliyat dapat diterima adanya. Dengan itu, israilliyat dibagi menjadi beberapa bagian.

Pembagian serta tokoh-tokoh israilliyat

Mengutip dari pendapat Al-Dzahabi, ia mengelompokkan israilliyat menjadi tiga pembagian yakni :

  • Israilliyyat yang sejalan dengan Islam, contohnya adalah Israilliyyat yang menjelaskan bahwa sifat-sifat nabi itu adalah tidak kasar, tidak keras dan pemurah.
  • Israilliyyat yang tidak sejalan dengan Islam, contohnya adalah Israilliyyat yang disampaikan oleh Ibn Jarir dari Basyir, dari Uazid, dari Said dan dari Qatadah yang berkenaan dengan kisah Nabi Sulaiman As. Yang menggambarkan kekuatan yang tidak layak dilakukan oleh seorang Nabi seperti minum arak.
  • Israilliyyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua (Mauquf), contohnya adalah Israilliyyat yang disampaikan oleh Ibn Abbas dari Kaab al-Akhbar dan Qatadah dari Wahab bin Munabbih tentang orang yang pertama kali membangun ka’bah, yaitu Nabi Syits As.

Sekian artikel tentang israilliyat, semoga dengan adanya artikel ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Referensi :

Artikel yang ditulis di akun Quoranya oleh Himawan Pridityo S.Fil.I di teologi dan filosof islam, universitas islam negeri syarif hidayatullah Jakarta.

Anwar, Rosihan. Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam tafsir ath_Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Husain adz-Dzahabi, Muhammad. Al-Israiliyyat fit-Tafsiri wa al-Hadits, terjemahan Didin Hafiduddin. Jakarta: PT. Lintera Antara Nusantara, 1993.

Kamal Khalil, Sayyid. Dirasah fi al-Qur’an. Mesir: Dar al-Ma’rofah, 1961.

Khuli, Amin al-. Manhaj al-Tajdid fi at-Tafsir. Kairo: dar al-Ma’arif, 1961.

Scroll to Top